Widget edited by super-bee

Pages

Wednesday 8 January 2014

✎ Mendaki Gunung Api Purba

Udara yang sejuk serta suasana yang ramai, mulai terasa saat kami menyambangi desa Nglanggeran, kecamatan Pathuk, kabupaten Gunung Kidul. Desa Nglanggeran adalah desa terbaik nomor 2 tahun 2013, menurut berita dari situs kompas yang saya baca beberapa hari lalu.
Minggu pagi, tanggal 8 Desember 2013. Di tempat ini kami mencoba mendaki gunung yang didominasi bebatuan dikenal dengan nama gunung api purba, puncak tertingginya adalah gunung gedhe tingginya 700 mdpl. Tidak terlalu tinggi memang, sangat cocok untuk pendaki pemula, untuk sampai kepuncak hanya butuh waktu selama-lamanya 2 jam.
Kami dari“Tarantula” BSI (Sebutan MAPALA dari BSI Yogyakarta), beranggotakan 40 orang lebih namun dibagi menjadi 5 kelompok kecil. Kami mulai menjejaki bebatuan terjal melingkar sambil memandangi awan mendung yang terus mendekat.
Ada 5 pos di jalur pendakian ini, masing masing pos bisa ditempuh dalam waktu 15 sampai 20 menit.

Gunung yang kini beralih fungsi menjadi tempat wisata ini memiliki fasilitas lengkap, cukup terawat dengan adanya jalur-jalur tangga yang sebagian beralaskan semen, serta petunjuk jalan yang jelas. Sembari menunggu teman kami yang kecapean, paling enak berfoto dengan latar belakang pemandangan alam sekitar. Karena diperjalanan, pendaki akan disuguhi oleh panorama hamparan pematang sawah, hutan, pegunungan hingga perkampungan.
Rintangan paling menegangkan adalah saat menyusuri jalan dengan tebing tinggi disisi kiri dan kanan jalan yang hanya bisa dilalui satu orang, sangat sempit dan gelap, dibantu potongan kayu yang tersusun seperti anak tangga.
Harus cermat dan hati-hati, apa bila tergelincir sedikit saja akibatnya fatal, bisa benjol 13868406351619829347, karena di jalur ini semuanya batu.
Di tengah perjalanan, pendaki juga diharus kan melewati beberapa bongkahan batu yang luar biasa besar. Tapi jangan khawatir, disana sudah disediakan tali atau tambang sebagai pegangan.
Sejenak melepas lelah di tempat yang cukup lapang, santai, berfoto, makan bareng, serta memastikan bahwa seluruh pendaki telah lengkap dan dalam keadaan yang bugar sebelum melanjutkan perjalanan yang tinggal beberapa meter saja.
Hahhh.. akhirnya rintangan terakhir di depan mata, kami dikagetkan dengan tebing setinggi kurang lebih 10 meter, benar-benar greget. Dengan dibantu kayu-kayu penyangga, satu persatu dari kami mulai melangkahkan kaki ketempat puncak tertinggi di Gunung Api Purba,  yang diberi nama Gunung Gedhe.

Sesekali angin bertiup pelan, menebarkan aroma hutan, dan pegunungan yang berpayung awan kelabu membuat kawasan ini menjadi salah satu daerah paling cantik yang pernah saya kunjungi.
Di puncak saya menyaksikan peristiwa alam menakjubkan saat gumpalan awan gelap menumpahkan hujan ke suatu perkampungan. Nampak jelas sekali, beruntungnya bisa melihat peristiwa hujan dari atas gunung. Sayangnya gunung ini tidak cukup tinggi untuk dapat melihat hamparan pantai Gunung Kidul yang terkenal keindahannya.

Tiga puluh menit di puncak, hujan gerimis mulai terasa mengguyur dari arah utara, walau awalnya saya berpikir ini hanyalah kabut akan tetapi makin lama makin deras. Alhasil, beberapa kegiatan dan games yang sudah dipersiapkan panitia batal diadakan.
Ketua kelompok Tarantula pun memberi sinyal untuk segera turun, menghindari cuaca yang semakin lama semakin memburuk. Namun apalah daya, memang sedang musim penghujan. Mencoba mencari tempat teduh di celah-celah bebatuan. Walau pun sudah menuruni tebing tinggi, kami tidak berdaya menahan gempuran hujan deras dan mencoba berdiam diri sejenak berharap hujan berhenti meskipun petir silih berganti menampakkan wujudnya.
Hari semakin sore, sementara hujan dari tadi tidak kunjung reda. Kami yang mulai menggigil kedinginan, melanjutkan perjalanan menuruni gunung ini secara beriringan, jalanan pun menjadi sangat licin lantaran air hujan telah menggenangi sebagian besar akses jalan menuju kebawah. Ada beberapa teman yang sempat terpeleset, tapi syukurlah tidak mengalami cedera yang berarti.
Satu jam lebih menuruni gunung, tibalah dilokasi awal. Entah mengapa tubuh tetap basah kuyub meski sudah mengenakan jas hujan. Berteduh dan bersantai, meluruskan kaki, menghela nafas panjang sambil duduk sejenak makan cemilan menunggu angkutan untuk kembali ke kampus datang.
Demikian sekilas cerita dari kawasan Gunung Api Purba, meskipun basah kuyub, dingin dan kram melanda, ini adalah hari-hari yang tak terlupakan. Berbagi waktu dengan alam dalam kebersamaan. Semoga bisa menjadi referensi tempat wisata bagi yang berkunjung ke Yogyakarta :D





Saturday 4 January 2014

✎ Radio Magno










Produk atau buatan Indonesia yang mendunia selanjutnya adalah Magno. Yaitu sebuah radio kayu asli buatan Indonesia yang sudah menebar frekuensi sampai Jepang, Amerika Serikat, Finlandia, Inggris, dan Prancis. Konsep yang di tawarkan oleh Magno tergolong unik, yakni produknya di finishing dengan minyak kayu bukan Pernis. Karenanya sang pemilik harus rajin merawat radionya secara berkala agar tetap prima. Dan pria bernama Singgih Susilo Kartono, sang pencipta Magno, memiliki keinginan agar mengeliminir budaya pakai buang agar tercipta koneksi antara produk dan pemilik. Dengan harga sekitar 200 sampai 300 Dollar Amerika, Singgih menggunakan desainer link untuk menjual karyanya ini.
foto
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Total Pageviews

Histats